Batak...
Batak
merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia, lebih tepatnya di daerah
Sumatera Utara. Batak merupakan sebuah suku yang sangat unik. Batak masih terbagi
lagi, yaitu Batak Toba,
Batak Karo,
Batak Pakpak,
Batak
Simalungun, Batak Angkola, dan Batak
Mandailing. Namun saya tidak akan membahasnya satu per satu. Bukan
karena tidak mau, tetapi ulasannya sangat luas.
Saat
ini orang Batak sudah ada di berbagai tempat, baik di Indonesia maupun di
negara lain. Kalau tidak percaya silahkan cek sendiri. Mungkin hal ini lebih
karena budaya “mangaranto” atau merantau pada pemuda Batak masih sangat kental.
Mereka tidak ingin selalu bergantung pada orangtua mereka. Mereka ingin selalu
berusaha untuk menghidupi diri mereka sendiri dengan usaha mereka.
Sejak
kecil, pada umumnya orang Batak sudah menjalani hidup yang tidak mudah. Zaman
dulu, anak kecil harus sudah mampu mengembala kerbau, mengambil “soban” atau
kayu yang bisa digunakan bakaran, menangkap ikan, dan lainnya. Mereka sudah
terlatih untuk hidup mandiri sejak kecil. Mereka juga sangat inovatif. Mereka mampu
membuat suatu inovasi permainan dari berbagai benda yang ada di sekitar mereka.
Sebagai contoh, ketika saya kecil, saya dan teman-teman saya bisa membuat
mobil-mobilan kayu. Penutup botol
minuman yang terbuat dari besi bisa kami buat menjadi berbagai permainan
yang menarik, dan kami hampir tidak pernah membeli layangan karena kami akan
membuatnya sendiri.
Ketika
kami sudah mulai memasuki dunia persekolahan, kami akan terus didorong oleh
orangtua untuk bersekolah dengan baik, walaupun ada juga yang tidak mau.
Orangtua Batak akan berusaha sekuat tenaga mereka untuk menyekolahkan anak
mereka. Jangan heran jika ada orangtua yang sampai meminjam uang dari berbagai
orang hanya untuk membayar biaya sekolah anaknya, padahal belum tentu dia sudah
makan. Ada istilah pada orang Batak yang berbunyi “Anakkonhi do hamoraon di au”
yang artinya anakkulah kekayaanku yang sesungguhnya. Sebegitu berartinya
seorang anak pada orang Batak sampai mereka tetap memegang teguh prinsip
tersebut.
Menurut
saya menjadi orang Batak tidak mudah dan tidak akan pernah mudah. Hal ini dikarenakan
oleh pangaranto yang telah terlebih
dahulu memperkenalkan orang Batak ke masyarakat luas. Tidak sedikit masyarakat
yang men cap buruk orang Batak. Setiap mereka mendengar kata-kata “orang Batak”,
mereka akan cenderung menjauhinya karena mindset tentang orang Batak tidak
cukup baik. Jangan heran jika banyak
preman di pasar atau di terminal itu merupakan orang Batak. Belum tentu mereka
itu tidak pernah sekolah atau tidak berpendidikan. Ada kok yang sudah menempuh pendidikan tinggi. Tapi mengapa jadi
seperti itu?
Mungkin
saya belum banyak bepergian ke berbagai tempat di Indonesia, namun pada
beberapa tempat yang saya kunjungi ada yang mem bully orang Batak dengan
cara, “Tersedia lowongan pekerjaan.........NB: TIDAK MENERIMA BATAK” atau “Ada kamar
kosong NB:TIDAK MENERIMA BATAK”, dan lainnya. Saya tidak mengerti apa alasan
dibalik penulisan NB tersebut.
Berbicara
mengenai Batak mungkin serasa kurang lengkap jika tidak membicarakan tentang “marga”.
Ya, Batak memang selalu berhubungan dengan marga. Marga di batak sangat banyak,
jadi jangan suruh saya membahasnya disini. Salah satu hal yang manjadi alasan
mengapa menjadi orang Batak itu tidak mudah adalah marga. Saya mengenal
beberapa orang Batak yang tidak mencantumkan marganya pada belakang namanya dan
saya salah satunya. Mengapa saya tidak mencantumkan marga saya? Karena yang
mengurus akte lahir saya adalah orangtua saya jadi mereka yang memutuskan untuk
tidak mencantumkannya padahal jauh di lubuk hati saya, saya ingin melihat marga
saya selalu tertulis dibelakang nama saya. Pernah saya mencoba mencantumkannya
ketika masuk SMP dan setelah itu saya mendapat masalah karena administrasinya
menjadi runyam. Jika ada cara agar marga saya tercantum dibelakang nama saya,
saya akan menempuhnya. Kembali lagi ke beberapa orang tadi, ada beberapa orang
yang saya kenal yang memang tidak mencantumkan marganya karena takut, malu,
minder, tidak PD, dan lain-lain. Bahkan ada ynag tidak mau mengaku bahwa dia
orang Batak. Sebegitu parahnya mindset yang tercipta di masyarakat sehingga ada
yang takut punya marga.
Ini
saatnya orang Batak tampil di muka umum dengan segala perubahan yang dibawa
oleh para pangaranto zaman ini. Kami
tidak akan mengulangi kesalahan para pangaranto
yang terdahulu. Namun kami akan melanjutkan kesuksesan mereka dan kami akan
berusaha lebih baik agar kami bisa membangun daerah Batak tercinta lebih baik
lagi. Karena saya yakin, marsiajar
denggan, mulak tu huta, padengganhon huta, i do na nihalomohon ni roha akka
natuatua sian akka gellengna, yang artinya belajar dengan baik, kembali ke
tanah kelahiran dan membangun tanah kelahiran, itulah yang diinginkan setiap
orangtua dari anak-anaknya.
Saya
marga Marbun Lumbanbatu dan saya bangga menjadi orang Batak. Orang Batak bukan
orang yang anarkis, kami tidak pernah diajarkan menjadi preman, namun kami
hanya tidak ingin identitas kami sebagai orang Batak tidak dianggap.
Kami
orang Batak dan kami bisa berkarya untuk Indonesia dan untuk tanah kelahiran
kami.
HORAS!!!!!
Bhineka tunggal ika nil, HORAS
BalasHapus*orang surabaya boleh kan teriak horas? ._.
HORAS juga
Hapusbisalah...
:)
Ini Blog ya?
BalasHapusiya, ini sebuah blog
HapusHoras !!!
BalasHapusHoras juga!!!
HapusVIVAT!
BalasHapusHidup ITS, Hidup ITS, Hidup ITS!!!
HapusBangga jadi batak bre!!
BalasHapusPastinya...
HapusKita memang harus bangga jadi orang Batak...
tetap berjuang pek
BalasHapusok pek
HapusVivat...!!!!!!!!!!!!!
BalasHapusHoras..!!!!! Horas...!!!!!! Horas.....!!!!!
Horas!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Hapus